Minggu, 16 Februari 2014

Hal yang Membedakan Indonesia dan Jepang

1. Ketika di kendaraan umum:
Jepang: Orang2 pada baca buku atau tidur.
Indonesia: Orang2 pada ngobrol, ngegosip, ketawa-ketiwi cekikikan, ngelamun dan tidur.
2. Ketika makan dikendaraan umum:
Jepang: Sampah sisa makanan disimpan ke dalam saku celana atau dimasukkan ke dalam tas, kemudian baru dibuang setelah nemu tong sampah.
Indonesia: Dengan wajah tanpa dosa, sampah sisa makanan dibuang gitu aja di kolong bangku/dilempar ke luar jendela.
3. Ketika dikelas:
Jepang: Yang kosong adalah bangku kuliah paling belakang.
Indonesia: Yang kosong adalah bangku kuliah paling depan.
4. Ketika dosen memberikan kuliah:
Jepang: Semua mahasiswa sunyi senyap mendengarkan dengan serius.
Indonesia: Tengok ke kiri, ada yg ngobrol. Tengok ke kanan, ada yg baca komik. Tengok ke belakang, pada tidur. Cuman barisan depan aja yg anteng dengerin, itu pun karena duduk pas di depan hidung dosen!
5. Ketika diberi tugas oleh dosen:
Jepang: Hari itu juga, siang/malemnya langsung nyerbu perpustakaan atau browsing internet buat cari data.
Indonesia: Kalau masih ada hari esok, ngapain dikerjain hari ini!
6. Ketika terlambat masuk kelas:
Jepang: Memohon maaf sambil membungkukkan badan 90 derajat, dan menunjukkan ekspresi malu + menyesal gak akan mengulangi lagi.
Indonesia: Slonong boy & slonong girl masuk gitu aja tanpa bilang permisi ke dosen sama sekali.
7. Ketika dijalan raya:
Jepang: Mobil sangat jarang (kecuali di kota besar). Padahal jepang kan negara produsen mobil terbesar di dunia, mobilnya pada ke mana ya?
Indonesia: Jalanan macet, parkiran dimana-mana, dan yang nyeleneh banyaknya para anak remaja labil yang pamer suara rombeng knalpot.
8. Ketika jam kantor:
Jepang: Jalanan sepiiiii banget, kayak kota mati.
Indonesia: Banyak oknum pake seragam putih abu-abu pada keluyuran di mall-mall.
9. Ketika buang sampah:
Jepang: Sampah dibuang sesuai jenisnya. Sampah organik dibuang di tempat sampah khusus organik, sampah anorganik dibuang di tempat sampah anorganik.
Indonesia: Mau organik kek, anorganik kek, bangke binatang kek, semuanya tumplek jadi 1 dalam kantong kresek.
10. Ketika berangkat kantor:
Jepang: Berangkat naik kereta/bus kota. Mobil cuma dipake saat acara keluarga atau yg bersifat mendesak aja.
Indonesia: Gengsi dooonk… Masa’ naik angkot?!
11. Ketika janjian ketemu:
Jepang: Ting…tong…semuanya datang tepat pada jam yg disepakati.
Indonesia: Salah 1 pihak pasti ada dibiarkan sampai berjamur & berkerak gara2 kelamaan nunggu!
12. Ketika berjalan dipagi hari:
Jepang: Orang2 pada jalan super cepat kayak dikejar doggy, karena khawatir telat ke kantor/sekolah.
Indonesia: Nyantai aja cing…! Si boss juga paling datengnya telat!

sumber : beritaunik.net

Minggu, 26 Januari 2014

CERITA AMAT SINGKAT



Rasa Di Antonim Raga

Karya : Muhamad A. Kholik

saat itu aku sedang segencar-gencarnya ingin memiliki seorang yang rela membagi waktunya untuku,aku mulai membuka jejaring sosial facebook dan sama seperti sebelumnya waktu itu sangat ramai pemberitahuan hingga aku sering menikmati jejaring sosial ini hingga paruh waktuku habis untuk dunia maya, “eh bi kamu ke gabung ke forum ini,kita bimbing nih para muallaf” ujar sosok orang yang aku hormati di dunia maya dia wanita namun lebih tua tiga tahun dari aku dan kami bersama sering aktif disuatu forum di internet.
Sampai tanggal 5 mei aku berkenalan dengan seorang walau gak nyangka itu adik kelas satu sekolah aku sebut saja namanya putri entah apa yang terjadi aku ditanggal 17 mei coba menyatakan perasaan aku jujur aku suka dia walau aku belum ada rasa cinta maupun sayang sama dia hanya saja aku yakin dia orang baik ”put mau engga jadi pacar kaka ? “ kata to the point ku,, “kaka becanda kan ?” putrid taak percaya,, “ engga put kaka serius” aku meyakinkan,, “tapi kaka jani jangan berubah?”,, “iya put kaka gakan berubah”,, kita resmi jadian waktu itu aku teringat tanggal 17 mei 2012 pada malam hari tepatnya malam jum’at,,aku piker kita hanya salin suka aja belum sampai ke rasa yang lainnya,,
Hari-hari semakin tak terpisahkan hingga suatu waktu “kaka ini sms siapa ?, ga nyangka kamu boong,aku harap hubungan kita cukup sampai disini ! “ putri kecewa ,, bagai kesambar petir sembari dikelilingi api yang membara bergetar kelopak mata seakan tak memiliki raga mendengar kata yang aku tak ingin “sayang itu bukan siapa-siapa aku :’) “ aku mencoba meyakinkan namun nihil dia pergi dan aku mengejarnya namun apa daya aku tak kusangka salah paham ini membuat hidupku seolah hampa hari-hari ku diisi dengan tangisan dan hanya bias berharap dia kembali ke pangkuanku seperti dulu.

Selasa, 21 Januari 2014

CERITA PENDEK



CINTA DI AKHIR NADA
Oleh : Willy Irmawan

Matahari mulai memanas dan keringat mengucur di dahiku. Masih empat lagu yang belum kubawakan , tapi ku tak sanggup lagi tuk berdiri. Akhirnya kupaksakan raga ini tuk menghibur ribuan orang. Dan akhirnya acara ini pun selesai sudah.

Sampai di rumah , aku langsung terkulai lemas menunggu saat ku menutup mata . Akhirnya ku tertidur . Kicauan burung membangunkanku di pagi itu . Kurasakan cacing perutku berdemo ingin di beri makanan . Lalu ku berjalan selangkah demi selangkah menuju meja makan .

Betapa terkejutnya aku melihat meja makan yang penuh dengan makanan . “Siapa yang memasaknya ?” tanyaku dalam hati . Tiba-tiba muncul sosok wanita berrambut panjang berbaju putih muncul di balik pintu dapur . Dan ternyata adalah kekasihku .

Dia adalah Angel , wanita yang sangat kucintai . Penyabar , jujur , perhatian dan setia adalah sifatnya . Banyak lagu yang kuciptakan karena terinspirasi darinya . Dari bidadari yang hinggap dihatiku dan menjelma sebagai kekasih dalam hidupku .


        “ Sejak kapan kau disini ? ”, tanyaku
        “ Sejak kau masih tidur . ”, jawabnya dengan senyuman manis
        “ Mengapa kau tak bangunkanku ? ”, tanyaku
        “ Kulihat kau begitu lelah dan menikmati tidurmu . ”, jawabnya

Karena cacing perutku meronta-ronta , ku lahap roti keju yang ada di hadapanku . Angel melirikku dengan senyuman .


        “Lapar ya ?”, tanya Angel dengan nada manja .
        “Ho’oh”, jawabku dengan menganggukkan kepala .

Sesaat kemudian , aku mendapat telepon dari produser untuk menghadiri meeting dengannya . Padahal di hari itu juga aku berjanji pada Angel untuk menemaninya pergi ke rumah orang tuanya di Bogor . Akhirnya rencana itu pun pupus sudah dan Angel tidak jadi pergi ke Bogor karena aku harus meeting dan menggarap project dengan produser . Aku pun berjanji pada Angel bahwa bulan depan aku akan menemaninya ke Bogor .

Setiap malam aku menciptakan lagu untuk mempersiapkan album baruku yang akan dirilis bulan depan . Sehingga waktu luangku habis hanya untuk membuat lagu dan waktu untuk Angel menjadi terbengkelai . Setiap kali Angel mengajakku bertemu  aku selalu mengelak dengan alasan pekerjaan .

Tak terasa sudah tiga minggu aku tidak berjumpa dengan Angel . Rasa rindu tumbuh subur dihatiku . Tetapi saat aku bertemu dengan Angel , sifatnya sedikit agak berubah . Dia tampak pendiam dan lebih pasif . Tidak seperti biasanya yang periang dan murah senyum . Mungkin dia agak marah karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku . Hal itu tak kutanggapi dengan serius .   

Sehari sebelum launching album , produser mengadakan meeting dan diakhiri dengan check sound . Hari yang kutunggu akhirnya tiba . Aku berharap launching album ini berjalan seperti yang ku inginkan dan album yang ku garap meledak dipasaran . 

Di awal acara aku mendapat telepon dari Angel yang menagih janji untuk menemaninya pergi ke Bogor . Akhirnya kuputuskan agar Angel berangkat sendiri dan aku akan menyusulnya besok pagi . Tanpa jawaban , Angel langsung memutus telepon . Hal itu tak kutanggapi dengan serius . Dan acara ini pun berjalan sukses .

Tiba-tiba ada kabar yang menyebutkan bahwa Angel telah mengalami kecelakaan lalu lintas . Aku pun langsung bergegas menuju rumah sakit . Tetapi kedatanganku sudah terlambat . Angel terlebih dahulu pergi sebelum aku datang .

Air mataku jatuh terurai saat ku melihat sosok yang kucinta telah terbujur kaku di hadapanku . Wajahnya seolah tersenyum menyambut kedatanganku . Menyambut kedatangan orang yang tak punya mata hati .

Kulihat secarik kertas di samping tubuh Angel yang ternyata adalah pesan terakhirnya . Dalam pesan itu Angel menulis tiga kata yang membuatku sangat menyesal . “ Kutunggu Kau Disana “ itulah pesan yang ditulis Angel sebelum ia pergi ke Bogor . Ternyata dia sudah merasakan apa yang akan dia alami .

Mungkin , batu nisan pisahkan dunia kita , namun dirimu akan selalu ada di hidupku . Menemani dalam setiap detak jantung hingga merasuk dalam palung jiwa . Penyesalan yang selalu datang takkan membuatmu kembali . Namun kuyakin kau telah bahagia di singgasana surga .

Maafkan aku Angel .
Cerpen Mhey Viani

“loe gila ya Win? Gimana bisa loe nyomblangin gue sama mantan loe.” sergahku.
“Firan sendiri yang minta,  ya gue kabulin.” Jawab Windi.

Sahabatku satu itu memang gila. Setelah kemaren aku dibuat bingung oleh sesosok penelfon misterius, dan ternyata dia adalah mantan Windi yang ternyata aku kenal. Dan kagetnya, dia sengaja meminta nomor handphoneku pada Windi. Setelah mengungkapkan identitas sebenarnya, Firan malah lebih sering lagi menghubungiku.
“Key, kapan bisa jalan sama loe.”
“kapan-kapan deh.”jawabku

Sebenarnya aku merasa gak nyaman sama Windi, tapi perhatian Firan membuatku luluh. Hingga suatu saat.
“key, gue sayang sama loe. Loe mau jadi cewek gue?” ucapan Firan mengagetkanku.
“Firan..loe mantan sahabat gue, gue gak mungkin jadian sama mantan sahabat gue sendiri. Gue takut dia tersakiti.”
“udahlah Key, Windi gak papa kok. Dia ikhlasin gue, gue tuh cuma temenan aja sama dia sekarang.”

Tiba-tiba panggilan telepon pun tertahan,dan tiba-tiba ada suara Windi.
“udahlah Key,santai aja. Kita udah gak ada apa-apa,lagian gue gak mungkin ngabulin permintaan dia buat minta comblangin sama loe kalau gue masih sayang sama dia.” Ucap Windi.
“tapi  Win…”
“udah denger sendiri kan,,Windi aja gak pa-pa.” Firan memotong kalimatku dan Windi pun mematikan teleponnya.
“jadi gimana?” Tanya Firan lagi.
“sebenernya sih gue juga sayang sama loe…Cuma..”
“makasih ya Key,gue seneng banget. Jadi lo mau jadi pacar gue.” Lagi-lagi Firan memotong kalimatku. Aku hanya bisa menganggukkan kepala.
“iya Fir..”jawabku kemudian.
***

Gak terasa udah seminggu aku jadian sama Firan. Memang indah,karena perhatian Firan mampu melunakkan hatiku. Namun lama kelamaan aku semakin merasa bersalah dengan Windi. Hingga suatu hari Firan terkejut dengan ucapanku.
“Fir..kayaknya hubungan kita udah gak bisa dilanjutin lagi deh. Aku terus merasa bersalah sama Windi,aku tahu perasaan dia gimana ngeliat kita jalan berdua. Walaupun dia gak bilang, tapi aku tahu Fir..” ucapku.
“Key,Windi gak kayak gitu. Dia ikut seneng kok ngeliat kita. Lagian gak ada apa-apa juga kan, gak ada yang berubah kan dari sikap Windi sejak kita jadian.”
“iya Fir..tapi aku tahu perasaan dia sebenarnya. Lebih baik kita temenan aja dulu ya.” Aku tetap nekad pengen putus sama dia. Sesaat dia terdiam.
“hmm…ya udah deh kalau memang itu mau kamu. Tapi kita tetep temenan kan,gak pa-pa kan kalo aku tetep sayang sama kamu.” Ucap Firan kemudian.

Aku hanya mengangguk lalu pergi dari hadapan Firan.
Suatu hari Windi mendekatiku, ternyata dia heran melihat aku dan Firan sudah jarang kelihatan berdua.
“Key..mana Firan. Gue gak pernah lagi liat dia sama loe jalan.”
“mmm…gue udah gak sama Firan lagi Win. Gue gak enak sama loe,gimana perasaan loe liat kita jalan, loe kan mantannya dia.” Jawabku jujur.
“ya ampun Key…gak gitu juga kali. Gue nyantai aja,gue gak ada rasa apa-apa lagi sama dia. Ngapain sih loe mutusin dia,,gue ikut seneng liat dia sama loe jadian. Gue tahu loe baik buat dia.” Jelas Windi. Aku hanya bisa terdiam dan mengangkat bahu.
“ya gimana lagi,, udah putus juga,udah kejadian.”lanjutku kemudian.
“gue yakin bentar lagi dia bakal minta loe buat  balikan lagi sama dia. Gue tahu Firan gimana.”

Sepulang sekolah, tanpa ganti baju lagi aku langsung merebahkan diri di kasur empukku. Saat baru akan memejamkan mata, dering handphone mengejutkanku dan tertera nama Firan di sana.
“iya Fir..kenapa?”tanyaku
“kamu lagi ngapain Key? Udah makan belom? Aku ganggu gak?” Tanya Firan bertubi-tubi.
“gak lagi ngapa-ngapain. Gak kok gak ganggu.” Jawabku seadanya.
“gimana kabar kamu, baik-baik aja kan?” Tanya Firan lagi
“baik kok..kamu?”
“baik juga. Ya udah ya Key,baik-baik ya. Aku cuma pengen denger suara kamu aja kok.” Ucap Firan kemudian dan dia langsung mematikan telepon. Mendengar ucapan terakhirnya, aku terdiam.
***

Setelah hampir 1 bulan aku putus dengan Firan, muncul seorang yang ingin jadi pengganti Firan. Namun sama dengan Firan dulu, aku belum kenal lama dengan Gion. Tapi untuk sekedar melupakan Firan bolehlah pikirku. Akhirnya setelah aku pikir-pikir,aku juga menerima Gion. Gak kerasa hubunganku dengan Gion bertahan lama hingga hampir 6 bulan, namun semakin lama aku semakin merasakan bahwa sifat Gion mulai berubah. Dia emosian dan mulai posesif serta temperamental. Aku mulai mencoba untuk lepas dari dia, namun ancaman-ancamannya terus membuatku takut. Hingga hampir satu bulan aku bertahan dalam keadaan penuh tekanan, hingga akhirnya tiba-tiba sosok Firan datang lagi.
“hai Key, gimana kabar loe. Kok kelihatannya loe sakit yah? Pucat banget wajah loe” ujar Firan saat bertemu di sebuah kafe. Memang sejak bermasalah dengan gion, aku mulai berubah. Karena penuh tekanan, aku sering memikirkan masalah itu sehingga kesehatanku menurun. Aku hanya memendamnya sendiri karena aku takut menceritakannya kepada orangtuaku.
“hmm..gak pa-pa kok. Loe ngapain disini?” tanyaku mencoba menghindar dari pertanyaan Firan.
“gak usah bohong Key, gue tahu dari mata loe. Cerita sama gue, gue bakal bantu loe.” Ucap Firan terdengar khawatir.

Akhirnya setelah diyakinkan oleh Firan, aku pun menceritakan semua yang aku alami dengan Gion hingga tanpa sadar aku meneteskan airmata di hadapan Firan.
“hmm..maaf ya Fir, gue jadi cengeng kayak gini.”
“udahlah Key, keluarin aja semua kekesalan loe. Gue akan dengerin loe kok, tenang aja yah. Gue pasti ada buat loe.” Firan merebahkan kepalaku di bahunya. Saat itulah aku merasa tenang dan damai ketika berada di samping Firan.
“Fir…maafin gue yah dulu gue mutusin loe tiba-tiba. Tanpa alasan yang jelas pula.” Aku tiba-tiba membahas masa-masa yang bagiku itu adalah hal bodoh yang telah kulakukan.
“ya udahlah Key,,udah terjadi juga. Sekarang juga kalo loe mau, gue pengen ngajak loe balikan lagi.” Ucap Firan yang serta merta mengagetkanku.
“Fir..loe serius. Loe kan tau gue masih sama Gion.”
“iya Key, gue tau. Tapi gue juga tau kalo hati loe tuh gak sama Gion. Kita bisa kok backstreet dari dia, gue bakal nyimpan rahasia ini Cuma untuk kita berdua.” Jawab Firan meyakinkanku.
“loe yakin Firan..gue belum bisa lepas dari dia. Loe yakin semuanya akan baik-baik aja?”
“gue yakin semuanya akan baik-baik aja. Gue akan tanggungjawab kalo ada apa-apa.”
“iya Fir…gue mau. Makasih ya Fir, loe janji akan nyimpan rahasia ini baik-baik. Gue juga akan usahain untuk secepatnya lepas dari Gion.” Yakinku.
“gue janji buat loe.” Ucap Firan sambil mencium keningku.
***

Udah 2 minggu aku backstreet sama Firan dari Gion. Aku kadang merasa bersalah sama Firan, gimana bisa aku mengiyakan permintaanya untuk jadi yang kedua. Sementara aku tahu, itu pasti akan menyakitkan. Suatu hari aku mendengar sebuah gosip tentang Firan.
“Key, mantan loe si Firan tuh kemaren jalan sama Mita. Mereka jadian yah? Bukannya Mita pacarnya Dio.” Tanya kak Vina, sepupuku.
“emangnya kenapa kak? Kamu  kenal sama Dio n Mita?” jawabku sedikit kaget mendengar pertanyaan itu. Jelas saja, itu menyangkut Firan.
“kenal lah, Dio kan sepupunya Riko. Makanya kakak Tanya sama kamu.”

Aku  baru ingat kalau Riko, pacarnya kak Vina sepupuan sama Dio dan rumahnya pun deketan.
“oh iya kak. Trus kenapa kak? Kakak mau aku nanya sama Firan. Ih gak banget lah kak, nanti dia mikir aku pengen balikan sama dia, sibuk ngurusin dia.” Jawabku.
“iya ya. Ya udah deh,gak usah diurusin ,biar Dio tahu sendiri aja.” Jawab kak Vina kemudian.

Padahal  sebenarnya aku juga pasti akan bertanya sama Firan, secara Firan pacarku. Walaupun jadi yang kedua, tapi bagiku Firan tetep nomor satu. Dan mendengar dia jalan sama cewek lain, sontak aku merasa kaget.
“Fir,loe kemaren jalan sama siapa?” aku mencoba buat tidak langsung menayakan tentang Mita.
“aku kemaren gak jalan kok Key, aku dirumah aja.” Jawab Firan.
“beneran?”
“iya Key, beneran.” Yakin Firan.
“oh, kayaknya Firan mulai nyoba boong sama gue. Apa maksudnya? Apa dia udah bosen sama hubungan ini. Tapi kenapa harus dengan cara kayak gini? Kalo udah gak kuat, kenapa gak bilang aja? Lagian kemaren gue juga gak minta, kan dia sendiri yang minta dijadiin yang kedua, lagian walaupun yang kedua, dia gak harus bebas jalan sama cewek lain juga dong.”  Batinku yang merasa kesal telah dibohongi Firan.
“Key..kenapa diem?” Tanya Firan.
“oh nggak, cuma pengen tahu aja. Oh iya Fir, gue cuma mau bilang. Kalo loe udah gak tahan dengan hubungan kita ini, kita cukup disini aja. Gue juga gak mau loe terus-terusan berada di posisi kayak gini. Loe bisa bebas juga kan mau jalan sama cewek lain, mau nyari cewek lain tanpa ada yang ngalangin.” Ucapku seketika.
“loh kok? Gue seneng kok di posisi kayak gini, gue nikmatin.”
“udahlah Fir, jangan boong. Kemaren loe jalan sama Mita kan. Kalo loe udah jenuh sama hubungan ini, loe bisa bilang sama gue, bukan dengan cara kayak gini. Gue tahu loe yang kedua buat gue, tapi bukan berarti loe bisa bebas jalan sama cewek lain.” Sergahku.
“oh..jadi karena itu loe marah sama gue? Iya gue akuin kemaren gue jalan sama Mita, tapi…”
“udahlah gak ada tapi-tapian. Sekarang gue bebasin loe buat jalan sama cewek lain. Udah cukup loe jadi yang kedua buat gue. Selamat bersenang-senang ya. Maafin gue udah jahat sama loe.” Aku memotong kalimat Firan dan langsung mematikan panggilan. Beberapa kali Firan mencoba menelpon balik, tapi tidak kuhiraukan.
***

2 hari lagi ultahku yang ke-17 dan aku berniat untuk merayakannya. Namun hingga ultahku kali ini, sudah sekitar 1 bulan masalahku dengan Gion tak kunjung usai. Firan yang selalu membuatku tenang, juga telah hilang.

Saat  malam pesta ultahku, yang datang pertama kali adalah Gion dan dia langsung terus berada di sampingku dan ikut menyalami teman-temanku yang datang.
“ih..ngapain sih nih Gion disini terus.Ya Allah..aku mohon jauhkanlah Gion dari kehidupanku untuk selama-lamanya.  Gue gak mau kenal dia lagi.” Gumamku dalam hati.
“kak, risih nih sama Gion. Maunya sampingku melulu.oh iya, kak Riko mana?” Aku curhat sama kak Vina,satu-satunya orang yang tahu masalahku dengan Gion.
“kamu pindah aja, jangan ditanggepin,anggap aja dia gak ada kalau dia terus deketin kamu. Kak Riko bentar lagi dateng kok, dia lagi nunggu mobilnya yang dipake Dio buat jalansama Mita.”
“loh masih sama Mita? Kan kemaren kakak bilang Mita jalan sama Firan.”
“iya sih, ternyata Firan sama Mita itu cuma temen deket. Mereka udah lama temenan dan memang sering jalan berdua,kemaren juga Mita minta Firan buat nemenin dia ke took buku soalnya Dio lagi ada kegiatan. Dio juga kenal kok sama Firan.” Jelas kak Vina. Aku kaget dan terdiam mendengarnya, kemaren aku udah curiga sama Firan bahkan langsung mutusin dia. Dia gak sempat ngejelasin soalnya aku udah motong kalimatnya duluan. Aku pun merasa menyesal karena selama ini Firanlah yang selalu nenangin aku.

Satu persatu teman-temanku datang, dan pada saat acara tiup lilin akan dmulai. Teman-temanku yang berada di depan terdengar riuh, sempat terdengar teman perempuanku menjerit. Kamipun mencoba melihat apa yang terjadi. Hampir semua teman-temanku ikut berlarian ke depan rumahku. Saat aku berlari, aku melihat sebuah kendaraan terbaring di depan pagar rumahku dan aku tercengang melihatnya. Itu adalah motor Firan.
“Firan..itu motor Firan. Aku yakin itu. Tapi kenapa Firan disini? Dari tadi aku juga gak ngeliat Firan, dan aku juga gak pernah ngasih tahu dia kalo aku ngerayain pesta.” Au mencoba menerka-nerka.
“Key..Firan.” kak Vina langsung menghampiriku dan menarik tanganku kearah temen-temenku yang sedang mengerumuni sesuatu. Saat melihat apa yang ada di tengah-tengah mereka, seseorang yang terbujur kaku dengan kepala bersimbah darah. Aku terduduk di hadapannya dan sontak aku menjerit sambil meneteskan airmata.
“Firan………bangun Firan. Kenapa bisa kayak gini. Bangun Firan..” aku menjerit memanggil nama Firan. Namun Firan tetap terbaring lemah, beberapa detik kemudian mata Firan perlahan terbuka, dia tersenyum dan dengan bersusah payah dia mencoba meraih pipiku. Aku meraih tangannya dan melekatkannya ke pipiku. Setelah itu dia kembali memejamkan mata dan perlahan tangannya terlepas dari genggamanku.
“Firan……………..”aku menangis dan langsung memeluk firan. Tak kuhiraukan gaun pestaku telah dipenuhi oleh darah. Gion mendekatiku dan menarikku. Tak kuhiraukan panggilannya, aku malah menepis tangannya dari pundakku. Kemudian kak Vina mendekatiku.
“Key, tadi kakak nemuin ini di dekat tubuh Firan.” Kak Vina memberikan sebuah kotak mungil yang lucu.
“dengan meneteskan airmata, perlahan aku membuka kado tersebut. Isinya adalah sebuah kalung bertuliskan my angel dan sebuah kartu kecil.” Aku membaca tulisan di kartu tersebut.
“Keyla my angel,happy birthday ya. walaupun kisah kita begitu singkat,tapi semuanya begitu indah. Makasih ya udah jadi my angel. Aku akan selalu sayang kamu.”

Setelah membaca tulisan itu, aku kembali menangis histeris memanggil nama Firan. Ternyata Firan ingin memberikan kado untukku. Aku menyesal karena beberapa hari yang lalu, aku marah-marah sama Firan dan bahkan sampai mutusin dia karena kecurigaanku yang ternyata salah. Ternyata Firan masih ingat dengan ultahku, dan dia memberikan sesuatu untukku, namun sekarang penyesalanku terlambat. Firan telah pergi dan aku hanya bisa mengungkapkan penyesalan itu pada pusaranya nanti. Tak lama ambulan datang membawa jasad Firan. Gion pun kembali mendekatiku dan mencoba menenangkanku.
“udahlah Key, Firan udah gak ada, gak usah ditangisin.” Ucap Gion.
“diem kamu. Ini semua gara-gara kamu. Aku tuh gak pernah ngarepin kamu ada di pestaku malem ini, udah cukup kamu bikin hidupku tersiksa, penuh tekanan. Bukan hanya sakit hati, tapi sakit jiwa raga. Kamu tuh manusia gak punya hati, aku nyesel kenal sama kamu. Pergi kamu dari hidup aku, sebelum aku berbuat nekad. Silahkan kamu bertobat sebelum kamu nyusul Firan dan kamu bakal tersiksa lebih dari rasa sakit aku yang udah kamu bikin tersiksa. Gue benci loe, jangan pernah anggap gue ada. Gue gak pernah dan gak akan pernah mau lagi denger nama loe dan liat wajah loe dhadapan gue.” Aku memaki-maki Gion di hadapan teman-temanku. Malam itu semua kekesalan yang ku pendam selama ini seketika ku keluarkan.
“Keyla…” Gion mencoba memegang tanganku dan aku langsung menepisnya.
“pergi…..gue gak butuh loe. Loe cuma bikin hidup gue hancur.” Aku menunduk, enggan menatap wajah Gion.  Gion terdiam di hadapanku.
“gue bilang pergi, jangan harepin gue lagi buat kenal sama orang gk punya hati kayak loe. Dosa terbesar gue kenal sama loe. Loe tau itu?” makiku sambil terus menunduk. Aku pergi meninggalkan Gion dan teman-temanku. Gion kembali menarik tanganku.
“jangan coba sentuh gue.” Aku menepis tangan Gion dan berlalu pergi tanpa menghiraukan tatapan heran teman-temanku yang penuh tanda tanya karena makian-makian yang kulontarkan tadi. Aku menarik tangan kak Vina dan memintanya untuk membawaku ke rumah sakit dimana Firan dibawa. Dari kejauhan tak lama kulihat Gion juga berlalu pergi.
“Firan…maafin gue. Maafin sikap gue ke loe, gue udah berpikiran buruk sama loe. Gue nyesel sempet marah-marah sama loe dan bahkan mutusin loe. Disaat gue ingin memperbaikinya, loe udah pergi Fir. Walaupun loe pernah jadi yang kedua buat gue, tapi bagi gue loe tetep yang pertama dan terbaik untuk gue. Gue akan selalu jadi angel buat loe Fir. Semoga loe tenang yah disana, do ague akan selalu ada buat loe.  Simpan cinta gue di tidur panjang loe ya. I love you.” Bisikku kemudian di telinga Firan saat aku telah berada di hadapan jasad Firan. Dihari ultahku ini, Firan memang telah pergi. Namun cintanya akan selalu hidup dihati aku, dan kado itu…adalah kado terakhir dan terindah dari Firan.

Senin, 20 Januari 2014

SEBUAH JANJI



Oleh: Rai Inamas Leoni

“Sahabat selalu ada disaat kita membutuhkannya, menemani kita disaat kita kesepian, ikut tersenyum disaat kita bahagia, bahkan rela mengalah padahal hati kecilnya menangis…”
***

Bel istirahat akan berakhir berapa menit lagi. Wina harus segera membawa buku tugas teman-temannya ke ruang guru sebelum bel berbunyi. Jabatan wakil ketua kelas membuatnya sibuk seperti ini. Gubrak…. Buku-buku yang dibawa Wina jatuh semua. Orang yang menabrak entah lari kemana. Jangankan menolongnya, meminta maaf pun tidak.

“Sial! Lari nggak pakek mata apa ya...” rutuk Wina. Dengan wajah masam ia mulai jongkok untuk merapikan buku-buku yang terjatuh. Belum selesai Wina merapikan terdengar langkah kaki yang datang menghampirinya.

“Kasian banget. Bukunya jatuh semua ya?” cemoh seorang cowok dengan senyum sinis. Sejenak Wina berhenti merapikan buku-buku, ia mencoba melihat orang yang berani mencemohnya. Ternyata dia lagi. Cowok berpostur tinggi dengan rambut yang selalu berantakan. Sumpah! Wina benci banget sama cowok ini. Seumur hidup Wina nggak bakal bersikap baik sama cowok yang ada di depannya ini. Lalu Wina mulai melanjutkan merapikan buku tanpa menjawab pertanyaan cowok tersebut.

Cowok tinggi itu sepintas mengernyitkan alisnya. Dan kembali ia tercenung karena cewek di depannya tidak menanggapi. Biasanya kalau Wina terpancing dengan omongannya, perang mulut pun akan terjadi dan takkan selesai sebelum seseorang datang melerai.

Teeeett… Bel tanda berakhirnya jam istirahat terdengar nyaring. “Maksud hati pengen bantu temen gue yang jelek ini. Tapi apa daya udah keburu bel. Jadi sori nggak bisa bantu.” ucap cowok tersebut sambil menekan kata jelek di pertengahan kalimat.

Cowok tersebut masih menunggu reaksi cewek yang ada di depannya. Tapi yang ditunggu tidak membalas dengan cemohan atau pun ejekan. “Lo berubah.” gumam cowok tersebut lalu berbalik bersiap masuk ke kelasnya. Begitu cowok itu membalikkan badannya, Wina yang sudah selesai membereskankan buku mulai memasang ancang-ancang. Dengan semangat 45 Wina mulai mengayunkan kaki kanannya kearah kaki kiri cowok tersebut dengan keras.

“Adooooww” pekik cowok tersebut sambil menggerang kesakitan.

“Makan tuh sakit!!” ejek Wina sambil berlari membawa buku-buku yang tadi sempat berserakan. Bisa dibayangkan gimana sakitnya tuh kaki. Secara Wina pakek kekuatan yang super duper keras. Senyum kemenangan menghiasi di wajah cewek tinggi kurus tersebut.
***

“Wina….”

Wina menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya. Ternyata dari kejauhan Amel teman baiknya sejak SMP sedang berlari kearahnya. Dengan santai Wina membalikkan badannya berjalan mencari motor matic kesayangannya. Ia sendiri lupa dimana menaruh motornya. Wina emang paling payah sama yang namanya mengingat sesuatu. Masih celingak-celinguk mencari motor, Amel malah menjitak kepalanya dari belakang.

“Woe non, budeg ya? Nggak denger teriakan gue. Temen macem apaan yang nggak nyaut sapaan temennya sendiri.” ucap Amel dengan bibir monyong. Ciri khas cewek putih tersebut kalo lagi ngambek.

“Sori deh Mel. Gue lagi bad mood, pengen cepet pulang.”

“Bad mood? Jelas-jelas lo tadi bikin gempar satu kelas. Udah nendang kaki cowok ampe tuh cowok permisi pulang, nggak minta maaf lagi.” jelas Amel panjang lebar.

“Hah? Sampe segitunya? Kan gue cuma nendang kakinya, masak segitu parahnya?” Wina benar-benar nggak nyangka. Masa sih keras banget? Tuh cowok ternyata bener-bener lembek, pikirnya dalam hati.

“Nendang sih nendang tapi lo pakek tendangan super duper. Kasian Alex lho.”

“Enak aja. Orang dia yang mulai duluan.” bantah Wina membela diri.

Sejenak Amel terdiam, lalu berlahan bibirnya tersenyum tipis. “Kenapa sih kalian berdua selalu berantem? Masalahnya masih yang itu? Itu kan SMP. Dulu banget. ” ujar Amel polos, tanpa bermaksud mengingatkan kejadian yang lalu. “Lagi pula gue udah bisa nerima kalo Alex nggak suka sama gue.”

“Tau ah gelap!”
***

Bel pulang berbunyi nyaring bertanda jam pelajaran telah usai. Cuaca yang sedemikian panas tak menyurutkan niat para siswa SMA Harapan untuk bergegas pulang ke rumah. Wina sendiri sudah membereskan buku-bukunya. Sedangkan Amel masih berkutat pada buku catatanya lalu sesekali menoleh ke papan tulis.

“Makanya kalo nulis jangan kayak kura-kura.” Dengan gemas Wina menjitak kepala Amel. “Duluan ya, Mel. Disuruh nyokap pulang cepet nih!” Amel hanya mendengus lalu kembali sibuk dengan catatanya.

Saat Wina membuka pintu kelas, seseorang ternyata juga membuka pintu kelasnya dari luar. “Eh, sori..” ucap Wina kikuk. Tapi begitu sadar siapa orang yang ada di depannya, Wina langsung ngasi tampang jutek kepada orang itu. “Ngapaen lo kesini? Masih sakit kakinya? Apa cuma dilebih-lebihin biar kemaren pulang cepet? Hah? Jadi cowok kok banci baget!!!”

Jujur Alex udah bosen kayak gini terus sama Wina. Dia pengen hubungannya dengan Wina bisa kembali seperti dulu. “Nggak usah cari gara-gara deh. Gue cuma mau cari Amel.” ucap Alex dingin sambil celingak celinguk mencari Amel. “Hey Mel!” ucap Alex riang begitu orang yang dicarinya nongol.

“Hey juga. Jadi nih sekarang?” Amel sejenak melirik Wina. Lalu dilihatnya Alex mengangguk bertanda mengiyakan. “Win, kita duluan ya,” ujar Amel singkat.

Wina hanya benggong lalu dengan cepat mengangguk. Dipandangi Amel dan Alex yang kian jauh. Entah kenapa, perasaanya jadi aneh setiap melihat mereka bersama. Seperti ada yang sakit di suatu organ tubuhnya. Biasanya Alex selalu mencari masalah dengannya. Namun kini berbeda. Alex tidak menggodanya dengan cemohan atau ejekan khasnya. Alex juga tidak menatapnya saat ia bicara. Seperti ada yang hilang. Seperti ada yang pergi dari dirinya.
***

Byuuurr.. Fanta rasa stowberry menggalir deras dari rambut Wina hingga menetes ke kemeja putihnya. Wina nggak bisa melawan. Ia kini ada di WC perempuan. Apalagi ini jam terakhir. Nggak ada yang akan bisa menolongnya sampai bel pulang berbunyi.

“Maksud lo apa?” bentak Wina menantang. Ia nggak diterima di guyur kayak gini.

“Belum kapok di guyur kayak gini?” balas cewek tersebut sambil menjambak rambut Wina. “Tha, mana fanta jeruk yang tadi?” ucap cewek itu lagi, tangan kanannya masih menjambak rambut Wina. Thata langsung memberi satu botol fanta jeruk yang sudah terbuka.

“Lo mau gue siram lagi?” tanya cewek itu lagi.

Halo??!! Nggak usah ditanya pun, orang bego juga tau. Mana ada orang yang secara sukarela mau berbasah ria dengan fanta stroberry atau pun jeruk? Teriak Wina dalam hati. Ia tau kalau cewek di depannya ini bernama Linda. Linda terkenal sesaentro sekolah karena keganasannya dalam hal melabrak orang. Yeah, dari pada ngelawan terus sekarat masuk rumah sakit, mending Wina diem aja. Ia juga tau kalo Linda satu kelas dengan Alex. Wait, wait.. Alex??? Jangan-jangan dia biang keladinya. Awas lo Lex, sampe gue tau lo biang keroknya. Gue bakal ngamuk entar di kelas lo!

“Gue rasa, gue nggak ada masalah ama lo.” teriak Wina sambil mendorong Linda dengan sadisnya. Wina benar-benar nggak tahan sama perlakuan mereka. Bodo amat gue masuk rumah sakit. Yang jelas ni nenek lampir perlu dikasi pelajaran.

Kedua teman Linda, Thata dan Mayang dengan sigap mencoba menahan Wina. Tapi Wina malah memberontak. “Buruan Lin, ntar kita ketahuan.” kata Mayang si cewek sawo mateng.

Selang beberapa detik, Linda kembali mengguyur Wina dengan fanta jeruk. “Jauhin Alex. Gue tau lo berdua temenan dari SMP! Dulu lo pernah nolak Alex. Tapi kenapa lo sekarang nggak mau ngelepas Alex?!!”

“Maksud lo?” ledek Wina sinis. “Gue nggak kenal kalian semua. Asal lo tau gue nggak ada apa-apa ama Alex. Lo nggak liat kerjaan gue ama tuh cowok sinting cuma berantem?”

Plaakk.. Tamparan mulus mendarat di pipi Wina. “Tapi lo seneng kan?” teriak Linda tepat disebelah kuping Wina. Kesabaran Wina akhirnya sampai di level terbawah.

Buuugg! Tonjokan Wina mengenai tepat di hidung Linda. Linda yang marah makin meledak. Perang dunia pun tak terelakan. Tiga banding satu. Jelas Wina kalah. Tak perlu lama, Wina sudah jatuh terduduk lemas. Rambutnya sudah basah dan sakit karena dijambak, pjpinya sakit kena tamparan. Kepalanya terasa pening.

“Beraninya cuma keroyokan!” bentak seorang cowok dengan tegas. Serempak trio geng labrak menoleh untuk melihat orang itu, Wina juga ingin, tapi tertutup oleh Linda. Dari suaranya Wina sudah tau. Tapi Ia nggak tau bener apa salah.

“Pergi lo semua. Sebelum gue laporin.” ujar cowok itu singkat. Samar-samar Wina melihat geng labrak pergi dengan buru-buru. Lalu cowok tadi menghampiri Wina dan membantunya untuk berdiri. “Lo nggak apa-apa kan, Win?”

“Nggak apa-apa dari hongkong!?”
***

Hujan rintik-rintik membasahi bumi. Wina dan Alex berada di ruang UKS. Wina membaringkan diri tempat tidur yang tersedia di UKS. Alex memegangi sapu tangan dingin yang diletakkan di sekitar pipi Wina. Wina lemas luar biasa. Kalau dia masih punya tenaga, dia nggak bakalan mau tangan Alex nyentuh pipinya sendiri. Tapi karena terpaksa. Mau gimana lagi.

“Ntar lo pulang gimana?” tanya Alex polos.

“Nggak gimana-mana. Pulang ya pulang.” jawab Wina jutek. Rasanya Wina makin benci sama yang namanya Alex. Gara-gara Alex dirinya dilabrak hidup-hidup. Tapi kalau Alex nggak datang. Mungkin dia bakal pingsan duluan sebelum ditemukan.

“Tadi itu cewek lo ya?” ucap Wina dengan wajah jengkel.

“Nggak.”

“Trus kok dia malah ngelabrak gue? Isi nyuruh jauhin lo segala. Emang dia siapa? “ rutuk Wina kesal seribu kesal. Ups! Kok gue ngomong kayak gue nggak mau jauh-jauh ama Alex. Aduuuhh…

Alex sejenak tersenyum. “Dia tuh cewek yang gue tolak. Jadi dia tau semuanya tentang gue dan termasuk tentang lo” ucap Alex sambil menunjuk Wina.

Wina diam. Dia nggak tau harus ngapain setelah Alex menunjuknya. Padahal cuma nunjuk. “Ntar bisa pulang sendiri kan?” tanya Alex.

“Bisalah. Emang lo mau nganter gue pulang?”

“Emang lo kira gue udah lupa sama rumah lo? Jangan kira lo nolak gue terus gue depresi terus lupaen segala sesuatu tentang diri lo. Gue masih paham bener tentang diri lo. Malah perasaan gue masi sama kayak dulu.” jelas Alex sejelas-selasnya. Alex pikir sekarang udah saatnya ngungkapin unek-uneknya.
“Lo ngomong kayak gitu lagi, gue tonjok jidat lo!” ancam Wina. Nih orang emang sinting. Gue baru kena musibah yang bikin kepala puyeng, malah dikasi obrolan yang makin puyeng.

“Perasaan gue masih kayak dulu, belum berubah sedikit pun. Asal lo tau, gue selalu cari gara-gara ama lo itu ada maksudnya. Gue nggak pengen kita musuhan, diem-dieman, atau apalah. Pas lo nolak gue, gue nggak terima. Tapi seiring berjalannya waktu, kita dapet sekolah yang sama. Gue coba buat nerima. Tapi nggak tau kenapa lo malah diemin gue. Akhirnya gue kesel, dan tanpa sadar gue malah ngajakin lo berantem.” Sejenak Alex menanrik nafas. “Lo mau nggak jadi pacar gue? Apapun jawabannya gue terima.”

Hening sejenak diantara mereka berdua. “Kayaknya gue pulang duluan deh.” Ucap Wina sambil buru-buru mengambil tasnya. Inilah kebiasaan Wina, selalu mengelak selalu menghindar pada realita. Ia bener-bener nggak tau harus ngapaen. Dulu ia nolak Alex karena Amel juga suka Alex. Tapi sekarang?

“Besok gue udah nggak sekolah disini. Gue pindah sekolah.” Alex berbicara tepat saat Wina sudah berada di ambang pintu UKS.

Wina diam tak sanggup berkata-kata. Dilangkahkan kakinya pergi meninggalkan UKS. Meninggalkan Alex yang termenung sendiri.
***

Kelas masih sepi. Hanya ada beberapa murid yang baru datang. Diliriknya bangku sebelah. Amel belum datang. Wina sendiri tumben datang pagi. Biasanya ia datang 5 menit sebelum bel, disaat kelas sudah padat akan penduduk. Semalam Wina nggak bisa tidur. Entah kenapa bayangan Alex selalu terbesit di benaknya. Apa benar Alex pindah sekolah? Kenapa harus pindah? Peduli amat Alex mau pindah apa nggak, batin Wina. “Argggg… Kenapa sih gue mikir dia terus?”

“Mikirin Alex maksud lo?” ucap Amel tiba-tiba udah ada disamping Wina. “Nih hadiah dari pangeran lo.” Dilihatnya Amel mengeluarkan kotak biru berukuran sedang. Karena penasaran dengan cepat Wina membuka kotak tersebut. Isinya bingkai foto bermotif rainbow dengan foto Wina dan Alex saat mengikuti MOS SMP didalamnya. Terdapat sebuah kertas. Dengan segera dibacanya surat tersebut.

    Dear wina,

    Inget ga pertama kali kita kenalan? Pas itu lo nangis gara-gara di hukum ama osis. Dalam hati gue ketawa, kok ada sih cewek cengeng kayak gini? Hehe.. kidding. Lo dulu pernah bilang pengen liat pelangi tapi ga pernah kesampaian. Semoga lo seneng sama pelangi yang ada di bingkai foto. Mungkin gue ga bisa nunjukin pelangi saat ini coz gue harus ikut ortu yang pindah tugas. Tapi suatu hari nanti gue bakal nunjukin ke lo gimana indahnya pelangi. Tunggu gue dua tahun lagi. Saat waktu itu tiba, ga ada alasan buat lo ga mau jadi pacar gue.


“Kenapa lo nggak mau nerima dia? Gue tau lo suka Alex tapi lo nggak mau nyakitin gue.” sejenak Amel tersenyum. “Percaya deh, sekarang gue udah nggak ada rasa sama Alex. Dia cuma temen kecil gue dan nggak akan lebih.”

“Thanks Mel. Lo emang sahabat terbaik gue.” ucap Wina tulus. “Tapi gue tetap pada prinsip gue.”
Amel terlihat menerawang. “Jujur, waktu gue tau Alex suka sama lo dan cuma nganggep gue sebagai temen kecilnya. Gue pengen teriak sama semua orang, kenapa dunia nggak adil sama gue. Tapi seiring berjalannya waktu gue sadar kalo nggak semua yang kita inginkan adalah yang terbaik untuk kita.” senyum kembali menghiasi wajah mungilnya. “Dan lo harus janji sama gue kalo lo bakal jujur tentang persaan lo sama Alex. Janji?” lanjut Amel sambil mengangkat jari kelingkingnya.

Ingin rasanya Wina menolak. Amel terlalu baik baginya. Dia sendiri tau sampai saat ini Amel belum sepenuhnya melupakan Alex. Tapi Wina juga tak ingin mengecewakan Amel. Berlahan diangkatnya jari kelingkingnya.

“Janji..” gumam Wina lirih.
***
“Asik, hujaaannn!!!” Seru Caca setelah membuka tirai jendela kamarnya.
“Terimakasih!!” kata Caca lagi sambil mencium boneka Teru Teru Bozu nya yang digantung di sisi jendela namun dalam keadaan terbalik.
Boneka Teru teru bozu adalah boneka tradisional jepang buatan tangan yang konon katanya boneka ini adalah boneka penangkal hujan. Namun Caca sengaja menggantungkan bonekanya terbalik karena dia berharap hujan esok hari. Cara ini dia dapat dari buku komik yang suka dia baca.
“Hujannya gak terlalu deras.. cukup bawa payung” kata Caca sambil mengambil payungnya dan berangkat sekolah
Karena hari ini hujan, dia berangkat ke sekolah naik bis. Biasanya dia naik tukang ojek langganannya. Setelah duduk di kursi penumpang, Caca menolah ke kanan kirinya seperti mencari seseorang. Senyumnya kembali mengembang ketika dia menemukan seseorang yang dicarinya.
Seorang anak laki-laki memakai seragam SMA yg ditutupi jaket sedang duduk satu kursi di depannya sambil menatap keluar jendela. Dialah alasan mengapa Caca selalu mengharapkan hujan di pagi hari. Dia akan bertemu laki-laki ini di bis. Caca pernah di beri tempat duduk oleh laki-laki itu di tengah bis yang penuh dengan penumpang karena hujan yang sangat deras. Sejak saat itu dia selalu menanti hujan dan ingin selalu bertemu laki-laki itu. Ada rasa bahagia tersendiri baginya.
Sepanjang perjalanan Caca terus memandangi laki-laki itu ingin rasanya dia duduk di kursi kosong di sebelahnya dan mengajaknya bicara. Setidaknya menanyakan siapa namanya. Namun dia tidak mempunyai cukup keberanian. Apalagi Caca masih berseragam SMP dan umurnya juga lebih muda dari siswa SMP lainnya, karena Caca mengikuti program akselerasi sewaktu SD dan kini pun dia juga berhasil masuk kelas akselerasi. Alhasil di umurnya yang masih 16 tahun nanti caca sudah lulus SMA.
Bus pun berhenti di sebuah halte, laki-laki itu dan beberapa penumpang lain turun, tak jauh dari situ ada SMA negeri.
Caca terus mengarahkan pandangannya kepada laki-laki itu.
“oh sekolahnya di situ..” gumam Caca
“semoga besok hujan lagi” kata Caca dalam hati sambil tersenyum

“gak kerasa ya sebentar lagi SMA..” kata Mama Caca di tengah makan malam
“Iya lah ma.. Caca kan sekolahnya cuma dua tahun, makanya kerasa cepat” jawab Caca setelah menelan makanan di mulutnya.
“Caca, inget ya.. Mama sama Papa gak maksain kamu untuk ikut akselerasi.. Jadi Caca belajarnya jangan terlalu dipaksa” Kata papa Caca
“iihhh iya pah, mah.. Caca santai aja kok belajarnya, Anak papah sama mamah ini emang dari sananya pinter” Jawab Caca dengn wajah lugunya yang membuat kedua orangtuanya tersenyum
“iya.. selain pinter belajarnya juga pinter main game sampai tengah malem.. Persis kayak Papahnya dulu” cetus mama
“ish mama..” protes Caca
“iya iya.. anak papa deh~ Caca nanti kalo SMA nya di luar kota mau ya?”
“hah?” Kata Caca yang melongo menatap ayahnya karena tidak percaya dengan apa yang dia dengar tadi
“iya, Papah di tempatkan di Kalimantan.. Kita akan pindah ke sana, Tapi Papah minta di undur sampai Caca lulus dan bisa sekalian langsung daftar sekolah di sana” kata papah yang menjelaskan maksudnya.
Caca terdiam.. dia teringat pada laki-laki di bus yg menjadi semangatnya. Dia tidak akan melihatnya lagi.
“Caca gak papa kan?” Tanya mama Caca yang memperhatikan Caca yang termenung
“ah gak apa ma” jawab Caca sambil tersenyum
Caca duduk termenung di tepi tempat tidurnya, dia terus memikirkan lelaki di bus yang menjadi semangatnya. Laki-laki yang terus ada di pikirannya, namun dia tak pernah mempunyai keberanian untuk menyapanya, apalagi menanyakan namanya.
Sebentar lagi Caca pindah dari sini, itu berarti dia tidak lagi bertemu laki-laki itu di bus di hari hujan, dia tidak lagi menggantung boneka teru teru bozu secara terbalik di tepi jendela, dia tidak lagi mengharap hujan, dia tidak lagi menatapi laki-laki itu di bis sambil senyum-senyum sendiri. Bagaimana hidupnya nanti tanpa semua itu? Bagaimana bisa dia bersemangat seperti biasanya lagi. Padahal ini kali pertamanya dia merasakan perasaan seperti ini kepada laki-laki. Perasaan yang membuat nafasnya sesak.
“Ya tuhan, aku ingin bertemu dia sekaliii saja.. minimal aku tau namanya..” kata Caca sambil membuat boneka teru teru bozu labih banyak dari biasanya.
Pagi hari yang cerah biasanya membuat orang-orang bersemangat memulai aktivitasnya, namun tidak untuk Caca, hari cerah di pagi hari beberapa minggu terakhir ini membuatnya resah. Hari dimana dia akan pindah semakin dekat. Dia takut jika dia tidak bisa bertemu laki-laki itu lagi dan cinta pertamanya berakhir begitu saja. Teru Teru Bozu yang dia buat terus di gantungnya di tepi jendela dan terus bertambah jumlahnya. Namun sepertinya tidak berhasil.
Ujian sudah selesai, Hujan juga tak kunjung datang. Beberapa hari lagi Caca akan pindah. Dia berencana akan mencari laki-laki itu di depan SMA nya. Walaupun cerita cinta pertamanya akan berakhir tapi dia akan mengakhirinya dengan cara yang dia inginkan. Kebetulan Caca pulang cepat karena pasca ujian. Di depan gerbang SMA Negeri itu Caca berdiri sambil melihat satu persatu wajah siswa yang keluar masuk sekolah. Berharap seseorang yang dia pikirkan itu berjalan keluar sekolah.
Hari semakin siang, Cuaca makin panas, sudah dua jam Caca berdiri di situ namun dia tak mau menyerah.
“Adek nyari siapa? Dari tadi berdiri di sini” tegur seorang satpam
“Saya nunggu kakak saya pak” jawab Caca dengan sedikit berbohong.
Tak lama ada siswa yang keluar dari sekolah itu sambil mengendarai motor besar tanpa menggunakan helm. Dia laki-laki yang di cari Caca.
“kakaaak” panggil caca sambil mengejar motor berwarna merah
Mendengar ada yg memanggilnya, laki-laki itu pun menepi. Dan Caca berlari menghampirinya.
“Siapa ya?”
“Maaf kak.. saya yang dulu pernah kakak kasih tempat duduk di bis..” kata Caca yang masih mengatur nafasnya.
Laki-laki itu terdiam sebentar..
“ah iya.. ingat. Kenapa ya?”
“saya ingin memberi ini..” kata Caca sambil mengeluarkan sebuah kotak dari tasnya dan memberikannya. Laki-laki itu menerimanya tapi masih terdiam karena tidak mengerti.
“Nama kakak siapa?” Tanya Caca
“Yoga. Ini apa?” Jawab laki-laki itu sambil membuka kotak yang isinya tiga buah boneka Teru Teru Bozu.
“Kak Yoga.. Caca minta maaf karena tiba-tiba ngasih ini. Kak terimakasih, karena sudah jadi semangat buat Caca”
“maksudnya?” Yoga semakin tidak mengerti
“Semenjak kita ketemu di bis hari itu, Caca selalu kepikiran kakak. Selama ini Caca menggantung terbalik teru teru bozu di kamar Caca agar selalu hujan di pagi hari. Karena kalau hujan, Caca bisa ketemu kakak di bis. Rasanya ada yang berbeda kalau Caca liatin kakak. Tapi sebentar lagi Caca mau SMA ke Kalimantan, itu berarti Caca nda ketemu kakak lagi. Caca nyari kakak Cuma buat bilang ini aja kok.. Maaf ya kak. Setelah hari ini Caca nda akan lagi menggantung terbalik Teru Teru Bozu”
Yoga tersenyum setelah mendengar kata-kata Caca yang polos.
“Nda usah minta maaf.. iya iya Makasih juga ya dek..? Kamu akselerasi ya?” Tanya Yoga
“iya, kok tau kak..”
“Pantes, masih lugu” jawab yoga sambil mengelus kepala Caca
“Oke ini Aku simpan. Makasih ya?” kata Yoga lagi sambil tersenyum kemudian pergi dengan motornya.
Ada perasaan lega di hati Caca setelah bicara pada Yoga. Biarpun nantinya Dia tidak akan bertemu lagi, yang penting cerita cinta pertamanya tidak berakhir menyedihkan.

“Caca, nanti kalau di terima telpon mama lagi ya?” kata mama Caca dari telpon
“iya mama, pengumumannya nanti siang” Jawab Caca
“Kalau sudah langsung balik ke kos ya? Jangan kemana mana ya?” kata mamanya lagi
“iya mama..”
“Makannya jangan lupa ya Caca! Jangan sampai telat!” Kata mamanya lagi.
“Iya iya mamaku tersayang.. Caca baru dua hari loh~ di sini” jawab caca
“hehe.. iya deh bye sayang”
“bye maa”
Caca mematikan telfonnya. Dan kembali duduk menanti pengumuman penerimaan Mahasiswa baru. Setelah 3 tahun SMA di Kalimantan kini Caca kembali untuk kuliah di Universitas dekat dengan SMP nya dulu.
Cuaca yang mendung dan dingin membuat Caca ingin ke toilet, dia pun berkeliling mencari toilet. Akhirnya Caca menemukan toilet setelah bertanya kepada beberapa kakak tingkat di situ. Setelah dari toilet, Caca melewati lorong yang banyak loker di pinggir nya. Loker khusus Mahasiswa semester akhir. Di ujung loker ada dua mahasiswa yang sedang berbincang di depan sebuah loker yang terbuka.
Tak sengaja Caca mendengar pembicaraan mereka
“Bray, sebelum gue ninggalin lo yang belum lulus nih, gue mau nya” kata cowok yang memakai kaos biru tua.
“Gaya lo! Apaan ?” Tanya cowok yang memakai kaos warna hitam
“Dari dulu gua penasaran, ntu boneka putih aneh jelek lo cantol mulu di loker! boneka apaan sih! Lo gantung terbalik lagi Ngeri tau! kayak pocong!” Tanya cowok baju biru tua sambil mengambil boneka putih yang selalu menggantung di balik pintu loker.
“Aahahahhaa.. ceritanya dulu ada anak SMP suka gantung tuh boneka terbalik.. supaya hujan”
“Lah terus hubungannya sama lo apaan? Lo tukang jual boneka?”
“Kalo hujan, si cewek itu bisa ketemu gue di bis.. Terus liatin gue gitu. Padahal dulu gue kesel banget kalau hujan pagi-pagi, soalnya nyokap gue larang gue bawa motor kalau hujan. Bete banget kan?. Nah, pas si cewek itu mau pindah.. dia nyamperin gue terus ngasi boneka itu. Terus dia ceritain dah perasaannya ke gue. Dan semenjak itu bray.. Gue jadi ikutan seneng kalau ada hujan. Jadi gue terusin kebiasaannya”
Cerita si cowok yang pakai baju hitam itu
Caca terhenti langkahnya karena mengenali cerita itu.
“Lah terus Yo.. gimana kabar tuh cewek? Nama bonekanya apa sih? Anak pocong?”
“Gak tau.. Sampai sekarang juga gue gak tau nih boneka apa namanya. Siniin bonekanya!! Gue seneng banget tuh sama itu boneka”
Jawab si cowok baju hitam sambil merebut boneka yang ada di tangan temannya, tapi Boneka itu malah jatuh sampai kedepan Caca. Caca pun menunduk dan memungutnya.
“Ini namanya Teru Teru Bozu, orang Jepang menganggap ini boneka penangkal hujan”
Kata Caca sambil berjalan menghampiri kedua laki-laki itu kemudian memberikan boneka yang di pungutnya.
Cowok baju hitam itu masih terdiam karena tidak percaya dengan matanya sendiri.
“Kak Yoga?” Kata Caca yang heran melihat Yoga yang melihatnya tanpa berkedip.
“Eh iya.. Ini kamu kan?” Tanya Yoga yang terbata-bata melihat Caca yang dulu lugu, polos dan anak-anak banget kini tumbuh menjadi gadis cantik.
“Iya kak.. Ini Caca. Ini bonekanya. Makasi ya masi di simpen bonekanya”
Jawab Caca sambil memberikan boneka pemberiannya dulu.
“Thank’s God..” Gumam Yoga
“Hmm?”
“Eh nda.. Bray, nih cewek yang gua ceritain tadi..” Bisik Yoga ke temennya
“Bening bray…” Gumam teman Yoga
“Kalian bicarain apa sih?”
“Enggak gak ada kok.. hehehe” Jawab Yoga dan temannya bersamaan yang salah tingkah.
Tiba-tiba hujan turun tidak deras namun mampu memecahkan suasana canggung di antara mereka berdua.
“Hujan kak..” Kata Caca sambil menoleh ke arah luar
“Iya.. Menyambut kedatanganmu..”
“Semoga lebih sering hujan ya kak?”
“Biar gak hujan pun, kita bakal ketemu terus kok..”
Jawab Yoga sambil tersenyum kearah Caca, kemudian di balas dengan senyuman juga oleh Caca.
Sekian
Namaku, Giselle Trixiena. You can call me Giselle. Aku adalah seorang gadis yang beranjak dewasa. Lahir dari keluarga sederhana yang menginginkan kebahagian. Aku punya keluarga yang standard, sepasang orang tua dan seorang kakak perempuan juga (dua anak). Nama kakakku itu, Rachael Audrey. Aku selalu iri padanya, dia selalu menjadi yang terutama di keluargaku. Bukan hanya keluarga kecilku ini saja, tapi di seluruh keluarga besarku!
Hari ini aku dan keluargaku akan mendatangi rumah kakakku (anak dari kakak mama) dia baru saja menikah dan sekarang sedang melaksanakan acara keluarga bersama. Uhh, kapan sih aku tidak dibanding-bandingkan dengan kakak? Baru saja aku bangun tidur, sudah dimarahi!
“Gisell… Giselle… Lihat tuh Kak Rachel! Bangun pagi tiap hari! Kamu apa?” celoteh mama ketika aku bangun. Memang sih, ini udah jam 8. Tapi, tadi malam kan aku harus menyelesaikan tugas sekolah. Lagipula, ini hari libur, ya, walaupun hari ini ada acara.
“Kamu nggak ke depan, Selle?” Tanya Jessie yang mengagetkan ku.
“Enggak, ah. Nanti aku malah dimarahin mama. Dibilang pembuat masalah, lah. Lagipula, Kak Rachael kan lagi pidato. Dia kan primadona di keluarga.” Jelasku.
“Selle, kamu nggak iri apa sama kakakmu? Kamu tuh kayak nggak dianggap di keluarga tau.” Aku termenung mendengar kata Jessie. Huh.
“Giselle, kamu pulang sama Tante Merry, ya!” suruh mama. Ya, mau diapakan lagi? Nurut saja lah.
Di perjalanan, aku cukup senang. Tidak seperti biasa bersama papa dan mama. Aku bisa tertawa dengan Tante Merry, Jessie, Yerricho dan Keisha. Setidaknya mereka masih menghargaiku. Ketika sedang asik bercanda gurau. Tiba-tiba saja Keisha, dia yang paling kecil umurnya berteriak nyaring dan melengking “AWAAASSS!!! MAMMAAA !!”
Semuanya gelap, sakit, aneh. Aku takut sekali. “arrrgghh” aku mengerang, kepalaku sakit sekali. “Huhuhuhu… huhu..” kudengar suara isakan tangis, perlahan kubuka mataku. Lho, kok aku terbaring disitu! Kan aku disini! Aku mulai merasa aneh, aku nggak bisa menyentuh mama atau Kak Rachael.
Kini aku tau, aku sudah tiada. Kulihat, di samping diriku yang terbaring pucat tanpa nafas, ada Tante Merry, Yerricho, Jessie dan Keisha. Kulihat ke sampingku, Tante Merry, Yerricho, Jessie dan Keisha juga sudah menjadi arwah sepertiku.
Tiga hari sudah aku mengamati keluargaku yang sekarang tanpa ada aku. Mereka mungkin lupa kalau sebenarnya ini hari ulang tahunku. Kini, rumah itu kosong, biasanya, segelap apapun rumah itu, sesepi apapun rasanya aku disitu. Rumah itu tak akan pernah sunyi, aku selalu memperdengarkan tuts-tuts piano yang bisa menenangkanku jika aku kesepian. Aku tidak lagi mendengar keluhan dan banding-bandingan dari mama untukku. Aku sekarang mendengar penyesalan mereka yang telah mengecewakanku.
“Biasanya, hari ini Giselle berangkat bimbel, sebelumnya, dia pasti main piano, terus nyomot-nyomot masakan pagi ini buat dicicipi.” Keluh mama. Aku tak kuasa menahan deraian air mata yang terus membasahi pipi ini. Aku berharap Tuhan memberikan keluargaku kebahagiaan. Biarkanlah, aku saja yang merasakan sakitnya seperti ini.
“Hamparan langit maha sempurna, bertahta bintang-bintang angkasa, namun satu bintang yang berpijar, teruntai turun menyapaku…” “Cieee Rizki nyanyi yaaa….” celetuk Nabilah memotong senandungku. Aku melirik dia, kulihat senyumnya mengembang bercampur dengan irama angin lembut dan riak air danau. Dan aku pun membalas senyumnya. Lalu kembali kulanjutkan senandungku menyanyikan lagu mahadewi milik padi.
Sore itu kami berdua sedang berjalan-jalan di tepi sebuah danau yang tampak menghampar. Terlihat bagai menyentuh awan dengan guratan semburat warna jingga dan oranye menghiasi cakrawala. Aku benar-benar tak kuasa mengungkapkan semua keindahan kala itu. Aku hanya bisa bersenandung kecil yang gema suaranya segera hilang ditelan angin sore. Entah berapa kali sudah aku melakukan hal seperti ini, mungkin sudah ratusan kali, tapi aku tak pernah merasa bosan sedikit pun. Semua seperti sudah menjadi rutinitasku untuk pergi menikmati keadaan disini, setiap sore selalu kutunggu jingga matahari menyelimuti sang surya yang mulai terbenam di barat berganti dengan rembulan yang selalu hadir menemani hari-hari disini.
“Kamu belum hendak pulang Bilah?” Aku berkata sambil terus menikmati pemandangan tanpa melirik Nabilah. Dia menjawab. “Belum, aku masih betah berada disini. Jarang sekali aku bisa menikmati suasana seperti ini. Aku kan sehari-hari selalu beraktifitas di kota, kamu tahu kan kota sangat jauh dari hal-hal seperti ini. Inilah salah satu alasan kenapa aku setiap hari libur pasti menyempatkan diri untuk pergi kesini”.
Aku mengangguk mengerti. Aku sadar, Nabilah yang hidup di kota besar dimana sehari-hari yang terlihat di pandanganya hanyalah gedung-gedung tinggi. Tidak ada yang lain selain kendaraan yang memenuhi jalan dihiasi suara klakson yang berbunyi nyaring dan lampu yang berkerlip gemerlapan di malam hari. Tapi gemerlapnya lampu warna-warni itu sama sekali tidak bisa menandingi keindahan lentera alam disini.
Memang menurutku suatu hal yang wajar baginya jika akhirnya ia ingin terus berlama-lama dalam keadaan seperti ini. Merasakan desau angin sore, riak air danau, pucuk ilalang yang bergoyang di tiup angin dan suara jengkerik sayup-sayup terdengar di kejauhan. Semua bercampur menjadi keindahan yang tak bisa diungkapkan. Bahkan, aku pun yang sudah sering melakukan hal seperti ini sama saja seperti Nabilah, masih terpukau dengan apa yang seringkali kulihat.
Kami lalu duduk sejenak di sebuah batang kayu pohon besar yang telah lama mati dengan arah sedikit menjorok ke danau. Semua kembali hening, kami kembali terlarut dengan perasaan masing-masing. Hal seperti inilah yang paling aku suka. Duduk berdua dengannya tanpa ada hal-hal lain yang dibicarakan, merasakan helai rambutnya yang tertiup angin dan jatuh sedikit di permukaan kulit hingga tercium aroma khasnya. Aku benar-benar tak ingin suasana ini berlalu dengan cepat, andai kamu tahu Bilah…
“Sudah terlalu sore Bilah, sebaiknya aku antar kamu pulang ya, gak baik anak perempuan pulang malam-malam”. Ucapku memecah keheningan. Dia tidak menjawab, matanya menatap jauh penuh arti melihat sang surya yang sedang berangkat ke peraduannya, membuat suasana perlahan meredup. Akhirnya kugamit lengannya bermaksud untuk mengajaknya pulang. “Sampai ketemu besok ya!”. Aku berpamitan pulang setelah mengantar Nabilah sampai ke rumahnya. Suasana pedesaan malam hari berubah jadi sepi. Hanya jengkerik dan makhluk malam lainnya yang sesekali bersuara.
Malam ini aku benar-benar tak bisa tidur. Aku teringat pasti, sebentar lagi Nabilah ulang tahun. Kulihat tanggal di kalender yang menempel di dinding kayu. Sekarang tanggal 15, dua hari lagi hari ulang tahun Nabilah. Aku harus membuat hal spesial untuknya. Aku memikirkan apa yang harus aku berikan saat hari ulang tahunnya tersebut. “Aku harus memberikan sesuatu yang spesial yang sama sekali tak pernah dia bayangkan sebelumnya”. Suara jengkrik masih terdengar. Entah beberapa lama kemudian tanpa sadar aku pun terlelap.
Hari ini, seperti biasa aku mengerjakan kebiasaanku sebelum mandi. Saat itu waktu masih menunjukan pukul delapan pagi, embun pun terlihat belum sepenuhnya menguap. Aku masih menyirami bunga-bunga di kebun kecil halaman rumah. Tanpa kusadari, tiba tiba Nabilah datang dan menegurku dari belakang. Dia datang tidak seperti biasanya. Kali ini dia mengendarai sepeda lengkap dengan helm dan pelindung. Aku agak heran melihat penampilannya kali ini. Sebelum sempat ku bertanya, dia buru-buru menjelaskan. “Rizki, aku ingin sekali bersepeda di tepi danau, kamu temani aku ya, nanti kita balapan disana”. Serunya sambil tersenyum. “Oke kamu mandi dulu san gih” ujarnya lagi tanpa meminta persetujuan dariku terlebih dahulu. Aku mengangguk, Segera kuambil handuk dan bergegas mandi. Air pegunungan yang dingin terasa menyentuh kulit. Tak berapa lama, aku sudah siap dengan sepeda dan semua perlengkapan. Kami mengayuh sepeda menuju danau yang jaraknya hanya 1 km dari desa kami.
Menuju ke tepian danau dengan menaiki sepeda bukanlah suatu hal yang sulit. Hanya terdapat beberapa tanjakan tapi itu pun sama sekali tidak curam. Kami mengayuh dengan santai tanpa mengeluarkan banyak energi. Aku sengaja memperlambat sepedaku untuk bisa berkesempatan menatap Nabilah lebih lama. Rambutnya yang panjang terurai kembali tersibak oleh hembusan angin. Aku kembali terpesona. Ah, dejavu macam apa ini.
Entah beberapa puluh detik kami lalui dengan suasana seperti ini. Dia menoleh ke arahku. Aku masih memandanginya dan tanpa kusadari pandangan mata kami saling bertemu. Segera kualihkan perhatian agar dia tidak menyadari apa yang kulakukan. Tapi sepertinya dia terlanjur mengetahui, kulihat dia tersenyum dengan penuh arti. Aku belum membalas senyumnya. Dalam pikiranku bergejolak perasaan yang lain. Entah apa itu. Perasaan yang akhir-akhir ini menderaku dan mengganggu di setiap malam-malam tidurku. Berusaha menutup semua perasaan itu, kuajak dia mengobrol sedikit. Kayuhan sepeda kembali kuseimbangkan agar aku bisa menyamai laju gerak sepedanya.
“Bilah”, ucapku sambil terus mengayuh. “Lama tidak kamu liburan disini?”. “Lumayan, mungkin sekitar seminggu lagi”. Jawabnya dengan ekspresi wajah biasa-biasa saja. “Bagaimana dengan kamu sendiri Rizki?” Dia malah balik bertanya. “Aku juga masih ada waktu lebih dari seminggu. Masa liburanku disini masih ada sepuluh hari sebelum masuk asrama kembali. Jadi selesai libur sekolah aku akan kembali lagi ke Semarang” jawabku. Kami kembali terdiam. Mungkin pikiran kami sama, sama-sama tidak ingin segera pergi dari desa ini. Tapi selain itu, aku juga tidak ingin segera berpisah dengan Nabilah. “Bagaimana dengan karirmu di Jakarta? Bukankah meskipun libur semuanya harus tetap berjalan?” “Iya sih”, jawabnya. “Tapi saat ini member lain sedang punya acara tour ke Jepang, ada beberapa orang yang tidak ikut. Termasuk aku. Jadi mungkin aku disini sambil menunggu kedatangan mereka”. Ujarnya menjelaskan. Nabilah saat ini memang sudah memiliki karir yang bagus di Jakarta. Beberapa waktu lalu dia masuk ke sebuah ajang pencarian member sebuah idol grup yang cukup terkenal, dan dia akhirnya terpilih. Sehingga semua kehidupannya mulai berjalan disana. Sedangkan aku, saat ini sedang mengenyam pendidikan di sebuah sekolah tinggi di Semarang. Jadi kami tidak begitu sering bisa bertemu dan menikmati suasana berdua seperti ini.
Setelah mendengar beberapa jawabanya, aku pun lega. Masih ada waktu untuk bisa ungkapkan semuanya. “Akan kupersiapkan semuanya baik-baik” gumamku dalam hati. Kami terus mengayuh sepeda melalui jalan kecil berbatu melewati perkebunan. Sampai akhirnya kami tiba di tempat tujuan. Segera kami turun dan beristirahat di atas batang pohon kayu yang sering kami lakukan seperti sebelumnya. Kulihat Nabilah mengayunkan kakinya di atas permukaan air danau. Aku pun meniru kelakuanya dan dengan sengaja kupercikan sedikit air sehingga membasahi kakinya. Dia melirik dan tersenyum, langsung dengan sigap membalas perbuatanku tadi. Kami saling memercikan air. Sampai mengenai baju. Aku tersenyum melihat Nabilah tertawa begitu lepas. Rambutnya kembali berderai ditiup angin. Ya tuhan aku pun terperangkap kembali dalam dejavu yang terus berulang-ulang.
Semakin siang, cuaca semakin terang. Meskipun begitu, udara masih tetap sesejuk seperti tadi. Nabilah beranjak menaiki sepedanya, “aku mau coba naik sepeda disini ah”, ucapnya. Dia menaiki sepeda mengitari tempat itu. Aku terus memandangi dia sambil bersandar di sebuah dahan pohon tanpa berniat untuk melakukan hal yang sama dengannya. Tapi tiba-tiba brukkkk… Nabilah terjatuh karena sepedanya tergelincir melindas sebuah batu berbentuk bulat. Alhasil, ia pun terpental jatuh dari sepedanya. Aku kaget dan dengan secepat mungkin segera kutolong Nabilah. Untungnya dia tidak apa-apa karena sudah menggunakan helm dan pelindung. Hanya ada beberapa memar kecil dan seberkas luka di lututnya yang mengeluarkan darah. Aku teringat, di sekitar sini ada beberapa jenis dedaunan yang bisa digunakan sebagai obat luka alami. Segera kuambil beberapa helai, kemudian kucuci dan kulumatkan menggunakan kedua telapak tangan. Daun yang telah lumat itu kutempelkan ke luka Nabilah. Dia menyeringai entah kenapa, mungkin lukanya terasa perih.
“Tahan sedikit”. ucapku menenangkan. “Efek perihnya memang ada, tapi cuma sebentar. Nanti juga gak terasa”. Jelasku. Dia mengangguk dengan masih meniup-niup lukanya yang belum kering. “Makannya hati-hati, disini kan tanahnya tidak rata, licin dan banyak batu bertebaran. Jadi rawan tergelincir”. Ucapku sedikit memarahinya karena cemas. Dia malah menertawakanku. “Rizki, seharusnya aku yang lebih cemas karena aku yang jatuh, bukan malah kamu yang sekhawatir itu”. ucapnya lagi masih dengan tawa yang tersisa. “Pantas saja aku cemas Bilah, aku gak mau kamu terluka karena aku…” aku hampir keceplosan. “Kamu kenapa Rizki?” Paksa nya. “Karena aku… karena aku yang harus bertanggung jawab atas kamu disini”. tukasku. “iya, tapi gak harus sampai segitunya kali”. Dia malah meledek.
“Ya sudah lah kalau begitu”, ucapku. “Kamu bawa makan siang kan?, kita makan dulu disana yuk” ucapku sambil menunjuk sebuah tempat di bawah pohon yang agak rindang. “Ide bagus” ucapnya. “Aku juga sudah mulai lapar”. Aku menuntunnya menuju ke bawah pohon. Hahaha kamu memang berlebihan sekali Rizki ucapnya. Tapi dia tidak menolak saat aku memapahnya. siang itu kami nikmati makan siang disertai dengan semilir angin. Makan siang disini terasa jauh lebih nikmat disertai dengan canda-tawa dan sesekali diwarnai suara kicau burung.
Kami bermain sampai sore disini, semua seperti tak terasa. Sudah saatnya kami untuk pulang karena kulihat saat ini jam sudah menunjukan waktu pukul empat sore. “Yuk pulang” aku mengajak Nabilah. “Bisa kan kamu mengayuh sepeda sendiri? Apa harus aku bonceng?” Tanyaku lagi. “Gak perlu lah Rizki lagian ini juga cuma luka lecet”. Jawabnya. “Dengan luka ini, aku masih sanggup kok ngalahin kamu balapan sampai ke rumah” ucapnya sambil tertawa diikuti dengan dia mempercepat laju sepedanya. Aku hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuanya itu. Dia kadang seperti masih anak-anak, kelakuanya polos dan berani menghadapi apapun. tapi inilah yang paling aku sukai darinya.
Seperti biasa, aku memastikan dia sampai terlebih dahulu ke rumahnya. Baru aku pulang ke rumah. Rumah kami jaraknya memang tidak terlalu jauh, mungkin hanya beberapa ratus meter. Jadi aku sudah terbiasa melakukan hal seperti ini. Sesampainya di rumah, Aku segera membersihkan diri, dan duduk di depan televisi mencari-cari channel TV yang bagus, sampai kutemukan sebuah drama film jepang. Aku penasaran dan menontonya. Saat kubuka twitter di blackberry ku, ternyata Nabilah baru saja mengupdate statusnya yang langsung tertampil di timeline twitterku. Dia ternyata sedang menonton acara TV yang sama seperti sedang ku tonton juga. Aku pun me retweet statusnya.
Aku sudah mempersiapkan matang-matang semua rencanaku untuk memberi kejutan saat hari ulang tahunnya, malam itu, aku pun mengirim dia sebuah pesan singkat. “Bilah, besok kamu ulang tahun ya?¸ selamat ulang tahun Nabilah, hehe maaf ya aku malah ngucapinnya sekarang, soalnya takut keduluan sama fans-fans kamu. Aku nanti punya kejutan untuk kamu sebagai kado hari ulang tahun kamu. Jangan lupa ya kamu datang nanti sore pukul 3 tepat di bawah pohon dekat danau. Aku tunggu lho, jangan sampai gak dateng ya… see you tomorrow Nabilah, good night and Happy Birthday”.
Nabilah membaca pesan dari Rizki dengan perasaan yang senang, dia pun membalas pesan tersebut dan berjanji akan datang besok sesuai permintaan Rizki. “Kejutan apa ya”, ucap Nabilah penasaran sambil berbaring di tempat tidur. “Kok aku malah jadi deg-degan gini ya”, dia berkata sendiri sambil tersenyum. “Semoga hari cepat berganti” ucapnya lagi. Akhirnya dia pun terlelap membawa rasa penasaran ke dalam mimpinya.
Pagi tiba, terdengar suara-suara kokok ayam jantan dari kejauhan saling bersahut-sahutan. Aktivitas pagi itu berjalan sebagaimana hari-hari biasa, para petani pergi ke sawah dan kesibukan sehari-hari mulai terasa. Rizki terbangun dari tidur karena mendengar suara berisik dan kemudian pandangannya menatap silau ke arah jendela yang memantulkan bias cahaya mentari pagi. Di tempat lain, Nabilah pun terbangun dalam waktu yang hampir bersamaan. Perlahan-lahan, semua mulai bangun dan menjalani kegiatan sehari-hari.
Nabilah masih mengingat pesan Rizki yang memintanya untuk datang ke danau sore ini. Dia jadi bersemangat. Saat ini umurku tambah satu gumam Nabilah. Aku harus berubah jadi lebih baik dan lebih dewasa lagi ujarnya. Dia bersyukur karena masih memiliki kesempatan untuk menjalani hari-harinya dengan gembira.
Menjelang sore, Nabilah datang ke danau sesuai permintaan Rizki dalam pesan singkatnya kemarin. Dia menemukan Rizki sudah duduk disana sambil terdengar sesekali memetik gitar. Nabilah tidak segera menegurnya dia masih ingin mendengar nada-nada yang dilantunkan Rizki lewat gitarnya. Rizki menoleh dan menemukan Nabilah ada di belakangnya. “Oh ternyata kamu sudah datang bilah. Ayo duduk sini” ucapnya mempersilakan Nabilah. Rizki meletakkan gitarnya dan mengeluarkan sebuah kotak yang berisi kue ulang tahun dengan lilin berjumlah 15 sesuai usia Nabilah saat ini. Lalu semua lilin dinyalakan. “Selamat ulang tahun Nabilah. Semoga kamu makin pinter, dewasa dan sukses serta makin cantik” ucapnya. Nabilah tersenyum. “Ayo potong kue nya. Tapi jangan lupa kamu buat dulu permintaan ya”. Nabilah berdoa dan kemudian meniup lilin setelah itu dia memotong kue dan memberi satu suapan untuk Rizki. “Perasaan kamu deh yang ulang tahun” ucap Rizki sambil tertawa.
“Oh ya aku punya kado nih untuk kamu bilah” ucapku sambil mengeluarkan sebuah kotak kecil yang berisi sebuah liontin yang di dalamnya terukir namaku dan Nabilah. “Kalung itu sengaja aku buat sendiri selama beberapa hari ini. Aku ingin, dengan kamu memiliki ini, kamu akan selalu mengingat aku dan suasana seperti ini dimanapun kamu berada Bilah”, ucapku. Dia menerima dengan senang hati.
“Ada satu lagi kado untukmu bilah” ucapku lagi. “Lho ada lagi ya? Kok banyak banget ya. hehe apa tuh kadonya?” Nabilah penasaran. “Enggak, ini hanya sebuah kado kecil. Aku ingin menyanyikan sebuah lagu untukmu bilah”. Dia kembali tersenyum. Kuambil gitar dan mulai memainkan sebuah lagu berjudul selamat ulang tahun
“Hari ini hari yang kau tunggu
Bertambah satu tahun usiamu bahagia rasanya
Yang kuberi bukan hanya cincin
Bukan seikat bunga atau puisi juga kalung hati…”
Aku terus bernyanyi diikuti Nabilah yang dengan semangat pula mengikutiku bernyanyi. Pandangan mata kami kembali bertemu lebih lama dan kali ini aku tidak berusaha untuk mengalihkanya, begitupun juga dengan Nabilah. Kenangan seperti Inilah yang tak akan pernah aku lupakan seumur hidup bersamanya.
Tadinya aku bermaksud untuk mengungkapkan semua perasaanku yang lama terpendam padanya. Tapi semua yang telah kufikirkan matang-matang sirna sudah begitu kulihat senyuman di wajahnya. Aku sama sekali tidak tahu apa yang harus kulakukan saat itu. Dan kuputuskan untuk menyimpan saja perasaan ini padanya, hanya aku saja yang tahu, dengan hanya bisa bertemu dan berdua denganya seperti ini saja bagiku sudah jauh lebih dari cukup. Biarlah rasa sayangku padanya hanya terucap lewat senandung yang segera menghilang tertiup angin, dan biarlah aku hanya bisa mengungkapkan semua perasaanku melalui sang rembulan. Mungkin suatu saat nanti jika takdir mengijinkan kami bisa bersatu, maka kami akan dipersatukan dengan kehendak dan rencananya. Tapi cinta memang tak harus saling memiliki bukan?.